BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Hubungan Sipil-Militer adalah satu
perkara yang amat penting bagi satu bangsa karena berpengaruh besar kepada
ketahanan nasionalnya. Hal itu juga berlaku bagi bangsa Indonesia. Pengertian
Hubungan Sipil-Militer semula tidak dikenal di
Indonesia dan baru dipergunakan setelah pengaruh dunia Barat, khususnya yang
berpandangan liberal, makin kuat. Mula-mula itupun terbatas pada kalangan
terpelajar yang banyak berhubungan dengan ilmu sosial yang berasal dari dunia
barat. Akan tetapi lambat laun pengertian itu menyebar di semua kalangan dan
sekarang sudah menjadi pengertian yang diakui dan dipergunakan secara umum di
Indonesia. Namun ada satu perbedaan yang menonjol dalam penggunaan pengertian itu antara mereka yang hidup dalam alam
sosial barat dengan bangsa Indonesia yang menerima dan menetapkan Pancasila
sebagai Dasar Negara Republik Indonesia.
B. RUANG LINGKUP
a.
Pengertian Pemerintahan
Sipil dan karakteristiknya
b.
Pengertian Pemerintahan
Militer dan karakteristiknya
c. Hubungan Pemerintahan Sipil dan Militer
C. TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan penulisan
ini adalah untuk melengkapi tugas terstruktur berupa mata kuliah “Civic Education”, dan berharap agar
segala tugas yang dibebankan kepada mahasiswa/i menjadi sebuah penelitian yang
plus, dan bisa merubah kehidupan dalam segi negatif kepositif.
BAB II
PEMBAHASAN
HUBUNGAN PEMERINTAHAN SIPIL DAN MILITER
A. PENGERTIAN PEMERINTAHAN SIPIL
Sebelum berbicara tentang perintahan sipil, perlu di
ketahui arti dari istilah pemerintahan. Menurut Cf Strong dalam bukunya yang berjudul modern political contruction terbit tahun 1960 dikemukakan bahwa
pemerintahan itu dalam arti luas meliputi kekuasaan eksekutif, legislative,dan
yudikatif. Pemerintah juga bertugas memelihara perdakaian dan keamanan, Oleh
karna itu pemerintah harus memiliki:
Ø Kekuasaan militer
Ø Kekuasaan legislative
Ø Kekuasaan keuangan
Sedangkan menurut Se Filner dalam buku comperative
gonverment (1974) istilah pemerintahan mempunyai empat arti yaitu:
a. Kegiatan atau proses memerintah
b. Masalah-masalah kenegaraan
c. Pejabat yang dibebani tugas untuk memerintah
d.
Cara, metode,
atau system yang dipakai pemerintah untuk memerintah
Adapun dalam melaksakan
pemerintahan, sejarah mengenal pula bentuk pemerintahan sipil dan militer.
Pembagian bentuk pemerintahan ini berdasarkan kriteria gaya dan sifat
memerintah sebuah pemerintahan.
Yang pertama adalah
pemerintahan sipil disebutkan bahwa pemerintahan sipil adalah pemerintahan
dimana gaya pengambilan keputusan diambil dengan gaya sipil. Sebelum sebuah
kepeutusan menjadi perintah, keputusan itu dibicarakan terlebih dahulu. setelah
itu, sebuah keputusan harus menunggu pengesahan terlebih dahulu dari lembaga
Negara yang berwenang lewat sebuah sidang.
Sedangkan sayidiman suryohadiprojo menyatakan
bahwa perkataan sipil yang menyangkut kewarganegaraan adalah segala sesuatu
yang bersangkutan dengan masyarakat, atau warga Negara pada umumnya.
B. KARAKTERISTIK PEMERINTAHAN SIPIL
Eric nordlinger dalam bukunya “militer dalam politik” dikemukakan
ada tiga bentuk pemerintahan sipil:
1. Pemerintahan Sipil Tradisional
Bentuk
pemerintahan sipil ini terjadi karena tidak adanya perbedaan antara sipil dan
militer, tanpa perbedaan maka tidak akan timbul konflik yang serius diantara
mereka. Dengan demikian tidak terjadi campur dengan militer.
2. Pemerintahan Sipil Liberal
Model
pemerintahan sipil liberal didasarkan pada pemisahan para elit bekenaan keahlian
dan tanggung jawab masing-masing pemegang jabatan tinggi didalam pemerintahan.
didalam tindakan dan pelaksanaannya, pemerintah menghargai kedudukan, kepakaran
dan netralitas pihak militer.
3. Pemerintahan Sipil Serapan
Dalam
model serapan ini,pemerintahan sipil memperoleh pengabdian dan kesetiaan dengan
cara menanamkan ide untuk menyatakan ideology, model serapan ini telah
digunakan secara meluas dalam rezim-rezim komunis. Militer dipisahkan dari
bidang sipil karena keahlian profesionalnya, tetapi sejalan dari segi
ideologinya.
Dalam
sejarahnya, pemerintahan sipil ini banyak dianut oleh Negara-negara barat,
karena kebanyakan dari mereka berideologi liberal yang memunculkan supremasi
sipil atas militer (civilian supremacy
upon the military).dalam kata lain militer adalah subordinat dari
pemerintahan sipil yang dipilih secara demokratis mellalui pemilihan umum.
Berbeda dengan apa yang terjadi diindonesia yang berideologikan pancasila,
sipil dan militer adalah satu bagian, tidak ada supremasi diantara keduanya. Yang harus dimunculkan
adalah bagaimana hubungan keduanya dapat menjamin kerukunan hidup rakyat
Indonesia itu sendiri. Sehingga tercipta kebersamaan dalam memperjuangkan
kepentingan bangsa.
Dalam hal ini muncul
karakteristik pemerintahan sipil yang berpijak atas hubungannya dengan militer,
antara lain pemerintahan sipil adalah sebuah bentuk pemerintahan yang
bergaya sipil, semua keputusan pemerintah dapat menjadi perintah apabila
telah dimusyawarahkan terlebih dahulu dan diambil keputusannya dalam suatu
pemungutan suara. Dan telah mendapat pengesahan dari lembaga negara yang
berwenang.
C.
PENGERTIAN
PEMERINTAHAN MILITER
Adapun yang dimaksud
dengan pemerintahan militer adalah pemerintahan yang lebih
mengutamakan kecepatan pengambilan keputusan, keputusan diambil
oleh pucuk pimpinan tertinggi, sedang yang lainnya mengikuti
keputusan itu sebagai perintah yang wajib diikuti konsekuensi
rantai komando dalam militer. Sebuah undang-undang dalam
sebuah pemerintahan militer dibuat oleh pucuk pimpinan
tertinggi, tanpa menyerahkan rancangannya kepada
parlemen.
D. KARAKTERISTIK PEMERINTAHAN MILITER
Pemerintahan militer lebih merujuk ke arah gaya pemimpin
suatu organisasi/ institusi/ negara. Dimana kepemimpinan itu sendiri memiliki
hubungan yang erat antara seorang dan sekelompok manusia, karena adanya
kepentingan bersama; hubungan itu ditandai tingkah laku yang tertuju dan
terbimbing daripada manusia yang seorang itu; manusia atau orang ini biasanya
disebut yang memimpin atau pemimpin, sedangkan manusia yang mengikutinya
disebut yang dipimpin.
Gaya kepemimpinan pemerintahan
militer ini memiliki karakteristik, sebagaimana dikemukakan Ninik Widiyanti, adalah sebagai berikut:
Dalam pemerintahan
militer, untuk
menggerakkan bawahannya digunakan sistem perintah yang biasa digunakan dalam
ketentaraan, gerak-geriknya senantiasa tergantung
kepada pangkat dan jabatannya senang akan formalitas yang berlebih-lebihan,
menuntut disiplin keras dan kaku dari bawahannya, senang akan upacara-upacara untuk berbagai
macam keadaan dan tidak menerima kritik dari bawahannya dan
lain sebagainya. DaLam militer
tidak ada orang sipil di pemerintahannya, semuanya orang militer, tatanan
sosial terlalu ketat, seperti jam malam, tidak boleh demonstrasi, dan cara
pemilihan pemimpin dilakukan secara turun temurun.
Selain Negara kita
yang pernah didominasi oleh Militer, Negara lain
yang bisa diambil contoh melaksanakan pemerintahan militer, contoh Junta
Militer di Burma (Myanmar), Kuba Korea Utara, dan negara-negara di Amerika
Latin.
Junta militer
(diucapkan menurut ucapan bahasa Spanyol hun-ta) biasanya merujuk ke suatu bentuk pemerintahan diktator militer. Dalam bahasa Spanyol, junta sendiri berarti "(rapat)
bersama", dan biasanya digunakan untuk berbagai kumpulan yang bersifat
kolegial (hubungan kerekanan).
Junta militer
biasanya dipimpin oleh seorang perwira militer yang berpangkat tinggi. Pemerintahan ini biasanya hanya
dikuasai oleh satu orang perwira yang mengendalikan hampir segala-galanya.
Bentuk-bentuk junta militer yang terkenal adalah pemerintahan Augusto Pinochet di Chili dan Proceso de
Reorganización Nacional, diktator militer
yang terkenal karena kekejamannya di Argentina dari 1976 hingga 1983
E.
HUBUNGAN
PEMERINTAHAN SIPIL DAN MILITER
Sebagai bangsa
Indonesia kita mestinya bangga dengan TNI, karena apa? ternyata Indonesia
memperoleh peringkat yang luar biasa dalam bidang kemiliteran. Jadi sebenarnya
tidak beralasan kalau kita meremehkan tentara nasional kita. Menurut data yang
diambil oleh World Military Strengh Ranking. Militer Indonesia berada pada posisi ke-14 dari seluruh negara
di dunia ini, di atas negara-negara maju lainnya seperti Kanada, Australia, dan
negara lainnya.
Pada
masa itu terjadi kompetisi politik antara Militer dan Partai Komunis Indonesia
yang kadang kala bersifat keras, Komunis yang dalam hal ini sejak kemerdekaan
ada dalam naungan Demokrasi Terpimpin ala Presiden Soekarno bersaing ketat
dengan golongan elit militer. Dan puncaknya adalah terjadinya pemberontakan
G30S/PKI.
Sampai
munculnya Supersemar pada tanggal 11 Maret 1966, Soekarno dengan ikhlas
memberi Jenderal Soeharto wewenang yang diperlukan untuk memulihkan keamanan.
Soekarno yang pada saat itu dianggap sebagai presiden seumur hidup kini nyaris
hanya merupakan lambang, sampai secara resmi digantikan oleh Jenderal Soeharto
pada tanggal 27 Maret 1968.
Sejak
tahun 1959, menurut suatu penelitian, perwira-perwira angkatan darat secara
kasar telah memegang seperempat dari semua portofolio kabinet maupun berbagai
posisi penting pada departemen pemerintahan sipil. Pada tahun 1972, 22 dari 26
Gubernur adalah bekas perwira militer, demikian juga 67% dari bupati dan camat,
dan 40% dari kepala desa.
Menurut
Jenderal Wiranto, ada tiga perkembangan ekstrem yang harus dicegah dalah
hubungan sipil militer di Indonesia, yaitu: pertama, military overreach,
yaitu militer menguasai berbagai aspek kehidupan masyarakat seperti pada masa
orde baru; yang kedua, subjective civilian control, yaitu kontrol
subyektif pemerintahan sipil terhadap militer seperti yang terjadi pada masa
Demokrasi Terpimpin dan Demokrasi Parlementer; ketiga, pemisahan rakyat dari
ABRI.
Sejak awal
kelahirannya ABRI tidak pernah mempersoalkan presiden dari kalangan sipil dan
tidak mendesakkan tampilnya pimpinan nasional dari kalangan militer. Dalam
sejarahnya Panglima Besar Soedirman memberikan keteladanan dalam membentuk
sikap TNI yang mengakui pemerintahan di tangan sipil. Untuk itu dibuktikan oleh
Panglima Besar Soedirman ketika kembali ke Yogyakarta dari medan perjuangan
bergerilya, TNI tetap mengakui kekuasaan tertinggi berada di tangan Presiden
Soekarno.
Satu hal yang perlu
kita (baik militer maupun sipil) refleksikan bahwa militer Indonesia
telah berkembang menjadi militer profesional. Dunia kemiliteran telah
berkembang menjadi dunia profesional, yang bekerja dan mengembangkan
solidaritas tidak hanya atas dasar "semangat patriotisme" tapi atas
dasar penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi serta ketrampilan khusus
(profesi) yang terkait dengan kependidikan.
Tanggung jawabnya
terhadap eksistensi bangsa dan negara Indonesia, dengan demikian, bisa
ditafsirkan sebagai tanggung jawab profesi. Kalau dulu tanggung jawab ini
ditafsirkan secara politis-ideologis, kini perlu dimaknai sebagai tanggung
jawab profesional. Kalau dulu ABRI di identifikasi dan dikenal sebagai tentara
rakyat kini harus tampil sebagai militer profesional (TNI adalah tentara
professional yang mengabdi kepada rakyat).
Namun, hal ini tidak
berarti militer kehilangan peran politiknya. Peran politik TNI, menurut saya,
tidak boleh melebihi fungsi dasarnya yaitu pertahanan-keamanan negara, dan hal
itu kini bisa ditafsirkan sebagai tanggung jawab profesi. Peran tersebut cukup diletakkan
pada tataran "kebijakan" (policy) di tingkat pusat, dan tidak perlu
diterjemahkan lebih jauh dengan konsep kekaryaan seperti pada masa Orde Baru.
Dengan demikian, militer bukan lah institusi untuk merintis karier politik dan
meraih insentif ekonomi melalui model kekaryaan. Jika ada militer yang ingin
menjadi bupati, gubernur, menteri bahkan presiden, maka harus melepas jaket
hijau-lorengnya.
Mereka adalah warga
sipil, sehingga jabatan politik yang didudukinya bukan dalam kerangka doktrin
dwifungsi, tapi sebagai hak politik setiap warga negara. Fungsi pertahanan
keamanan sebagai TNI professional itu juga menuntut TNI untuk hanya punya
komitmen dan tangung jawab moral terhadap eksistensi Negara Kesatuan RI.
Konsekuensi moral professional dari komitmen dan tanggung jawab moral ini
adalah bahwa TNI hanya mempunyai loyalitas kepada Negara dan bukan kepada
pemerintah. Loyalitas TNI kepada pemerintah hanya sejauh pemerintah yang
berkuasa. Tidak perduli sipil atau militer, menjalankan kekuasaan negara sesuai
dengan tuntutan dan cita-cita moral bangsa, yaitu demi menjamin kehidupan
bersama yang demokratis, adil, makmur, berprikemanusiaan dan menjamin hak asasi
manusia.
Maka tidak perlu
dibicarakan lagi adanya civilian supremacy yang dianut dunia Barat, karena
adanya supremasi satu golongan terhadap golongan lain tidak sesuai dengan
pandangan Pancasila dan dapat menjadi benih konflik. Namun secara organisatoris
dengan sendirinya setiap unsur negara harus menjalankan keputusan dan perintah
yang dikeluarkan oleh Pemerintah RI. Maka tanpa ada ketentuan supremasi sipil dengan sendirinya TNI harus tunduk kepada segala
kepatuhan dan perintah yang dikeluarkan oleh Pemerintah, siapapun yang duduk
dalam pemerintah itu. Sebaliknya, sesuai dengan jati dirinya TNI wajib dan
berhak menyampaikan pendiriannya kepada Pemerintah sekalipun mungkin pendirian
itu berbeda dari pandangan Pemerintah. Dalam mengembangkan pendirian itu TNI
harus selalu berpedoman pada Panca Sila dan Sapta Marga serta Sumpah Prajurit
yang secara hakiki berarti bahwa TNI harus selalu memperhatikan berbagai aspirasi
yang berkembang dalam masyarakat.
Yang sekarang
diperlukan adalah tekad untuk melaksanakan proses ini secara konsisten dan
sabar serta memelihara hasilnya secara terus menerus. Hubungan Sipil-militer yang dihasilkan kemudian akan merupakan
faktor positif dalam perwujudan Ketahanan nasional Indonesia, termasuk
pembinaan daya saing nasional bangsa kita.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dalam
melaksanakan pemerintahan, sejarah mengenal pula bentuk pemerintahan sipil dan militer. Pembagian
bentuk pemerintahan ini berdasarkan kriteria gaya dan
sifat memerintah sebuah pemerintah.
Pemerintahan
Sipil adalah suatu bentuk pemerintahan yang menggunakan gaya sipil dalam
menjalankan kehidupan pemerintahannya, sedangkan pemerintahan militer adalah
suatu pemerintahan yang dipimpin oleh penguasa diktator yang mengandalkan gaya
militer yang sarat dengan disiplin dan kental dengan ketentaraan.
Hubungan
antara Sipil dan Militer dalam sejarah lebih diungkapkan dalam bentuk ekstrim
karena kegagalan pemerintahan sipil yang menyebabkan terjadinya kudeta-kudeta,
dan ketidakstabilan rezim militer yang tidak punya opsi memerintah lebih baik
dari pemerintahan sipil. Sehingga pada akhirnya kedua hal tersebut tidak dapat
berkembang sesuai dengan tujuan yang dimilikinya.
Dan
pada saat ini ketika semua hal dihadapkan kepada profesionalisme yang
menitikberatkan sejauhmana peran seorang warga negara terhadap negaranya, maka
militer memfokuskan diri dalam ranahnya sendiri, demikian pula dengan sipil
yang sekarang terintegrasi dalam bentuk yang lebih dinamis. Sehingga tidak akan
terjadi supremasi sipil terhadap militer.
DAFTAR
PUSTAKA
Ø Janowitz, Morri, Hubungan Sipil Militer,Jakarta: Bina
Aksara, 1985
Ø Nordlinger, Eric, Militer Dalam Politik, Jakarta:
Rineka Cipta, 1994
Ø Syarafuddin, Makalah Konsep Dan Metodologi Perbandingan
Pemerintahan, 2010
Ø Ubaedillah, Ahmad, Pendidikan Kewarganegaraan,
Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008
Ø Widiyanti, Ninik, YW. Sunindia, Kepemimpinan Dalam Masyarakat
Modern,Jakarta: Bina Aksara, 1988
Ø Wirahadikusumah, Agus, E-book Mencari Format Baru
Hubungan -Militer,
Ø http: //www.detik.com/berita/199905/sayidiman. Html
Ø http: //www. Wikipedia.com/id/juntamiliter
Ø http//www. Globalfirepower. Com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar