Rabu, 03 April 2013

Civic Education



BAB I
PENDAHULUAN

A.       LATAR BELAKANG
Hubungan Sipil-Militer adalah satu perkara yang amat penting bagi satu bangsa karena berpengaruh besar kepada ketahanan nasionalnya. Hal itu juga berlaku bagi bangsa Indonesia. Pengertian Hubungan Sipil-Militer semula tidak dikenal di Indonesia dan baru dipergunakan setelah pengaruh dunia Barat, khususnya yang berpandangan liberal, makin kuat. Mula-mula itupun terbatas pada kalangan terpelajar yang banyak berhubungan dengan ilmu sosial yang berasal dari dunia barat. Akan tetapi lambat laun pengertian itu menyebar di semua kalangan dan sekarang sudah menjadi pengertian yang diakui dan dipergunakan secara umum di Indonesia. Namun ada satu perbedaan yang menonjol dalam penggunaan pengertian itu antara mereka yang hidup dalam alam sosial barat dengan bangsa Indonesia yang menerima dan menetapkan Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia.
B.       RUANG LINGKUP

a.    Pengertian Pemerintahan Sipil dan karakteristiknya
b.    Pengertian Pemerintahan Militer dan karakteristiknya
c.    Hubungan Pemerintahan Sipil dan Militer

C.       TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan penulisan ini adalah untuk melengkapi tugas terstruktur berupa mata kuliah “Civic Education”, dan berharap agar segala tugas yang dibebankan kepada mahasiswa/i menjadi sebuah penelitian yang plus, dan bisa merubah kehidupan dalam segi negatif kepositif. 







BAB II
PEMBAHASAN
HUBUNGAN PEMERINTAHAN SIPIL DAN MILITER


A.      PENGERTIAN PEMERINTAHAN SIPIL

Sebelum berbicara tentang perintahan sipil, perlu di ketahui arti dari istilah pemerintahan. Menurut Cf Strong dalam bukunya yang berjudul modern political contruction terbit tahun 1960 dikemukakan bahwa pemerintahan itu dalam arti luas meliputi kekuasaan eksekutif, legislative,dan yudikatif. Pemerintah juga bertugas memelihara perdakaian dan keamanan, Oleh karna  itu pemerintah harus memiliki:

Ø Kekuasaan militer
Ø Kekuasaan legislative
Ø Kekuasaan keuangan
Sedangkan menurut Se Filner dalam buku comperative gonverment (1974) istilah pemerintahan mempunyai empat arti yaitu:
a.     Kegiatan atau proses memerintah
b.    Masalah-masalah kenegaraan
c.     Pejabat yang dibebani tugas untuk memerintah
d.   Cara, metode, atau system yang dipakai pemerintah untuk memerintah
Adapun dalam melaksakan pemerintahan, sejarah mengenal pula bentuk pemerintahan sipil dan militer. Pembagian bentuk pemerintahan ini berdasarkan kriteria gaya dan sifat memerintah sebuah pemerintahan.
Yang pertama adalah pemerintahan sipil disebutkan bahwa pemerintahan sipil adalah pemerintahan dimana gaya pengambilan keputusan diambil dengan gaya sipil. Sebelum sebuah kepeutusan menjadi perintah, keputusan itu dibicarakan terlebih dahulu. setelah itu, sebuah keputusan harus menunggu pengesahan terlebih dahulu dari lembaga Negara yang berwenang lewat sebuah sidang.
Sedangkan sayidiman suryohadiprojo menyatakan bahwa perkataan sipil yang menyangkut kewarganegaraan adalah segala sesuatu yang bersangkutan dengan masyarakat, atau warga Negara pada umumnya.  

B.       KARAKTERISTIK PEMERINTAHAN SIPIL

Eric nordlinger dalam bukunya “militer dalam politik” dikemukakan ada tiga bentuk pemerintahan sipil:

1.      Pemerintahan Sipil Tradisional

Bentuk pemerintahan sipil ini terjadi karena tidak adanya perbedaan antara sipil dan militer, tanpa perbedaan maka tidak akan timbul konflik yang serius diantara mereka. Dengan demikian tidak terjadi campur dengan militer.

2.      Pemerintahan Sipil Liberal

Model pemerintahan sipil liberal didasarkan pada pemisahan para elit bekenaan keahlian dan tanggung jawab masing-masing pemegang jabatan tinggi didalam pemerintahan. didalam tindakan dan pelaksanaannya, pemerintah menghargai kedudukan, kepakaran dan netralitas pihak militer.

3.      Pemerintahan Sipil Serapan

Dalam model serapan ini,pemerintahan sipil memperoleh pengabdian dan kesetiaan dengan cara menanamkan ide untuk menyatakan ideology, model serapan ini telah digunakan secara meluas dalam rezim-rezim komunis. Militer dipisahkan dari bidang sipil karena keahlian profesionalnya, tetapi sejalan dari segi ideologinya.
Dalam sejarahnya, pemerintahan sipil ini banyak dianut oleh Negara-negara barat, karena kebanyakan dari mereka berideologi liberal yang memunculkan supremasi sipil atas militer (civilian supremacy upon the military).dalam kata lain militer adalah subordinat dari pemerintahan sipil yang dipilih secara demokratis mellalui pemilihan umum. Berbeda dengan apa yang terjadi diindonesia yang berideologikan pancasila, sipil dan militer adalah satu bagian, tidak ada supremasi diantara keduanya. Yang harus dimunculkan adalah bagaimana hubungan keduanya dapat menjamin kerukunan hidup rakyat Indonesia itu sendiri. Sehingga tercipta kebersamaan dalam memperjuangkan kepentingan bangsa.
Dalam hal ini muncul karakteristik pemerintahan sipil yang berpijak atas hubungannya dengan militer, antara lain pemerintahan sipil adalah sebuah bentuk pemerintahan yang  bergaya sipil, semua keputusan pemerintah dapat menjadi perintah apabila telah dimusyawarahkan terlebih dahulu dan diambil keputusannya dalam suatu pemungutan suara. Dan telah mendapat pengesahan dari lembaga negara yang berwenang.
C.       PENGERTIAN PEMERINTAHAN MILITER
Adapun yang dimaksud dengan pemerintahan militer adalah pemerintahan yang lebih mengutamakan kecepatan pengambilan keputusan, keputusan diambil oleh pucuk pimpinan tertinggi, sedang yang lainnya mengikuti keputusan itu sebagai perintah yang wajib diikuti konsekuensi rantai komando dalam militer. Sebuah undang-undang dalam sebuah pemerintahan militer dibuat oleh pucuk pimpinan tertinggi, tanpa menyerahkan rancangannya kepada parlemen.
D.      KARAKTERISTIK PEMERINTAHAN MILITER
Pemerintahan militer lebih merujuk ke arah gaya pemimpin suatu organisasi/ institusi/ negara. Dimana kepemimpinan itu sendiri memiliki hubungan  yang erat antara seorang dan sekelompok manusia, karena adanya kepentingan bersama; hubungan itu ditandai tingkah laku yang tertuju dan terbimbing daripada manusia yang seorang itu; manusia atau orang ini biasanya disebut yang memimpin atau pemimpin, sedangkan manusia yang mengikutinya disebut yang dipimpin.
Gaya kepemimpinan pemerintahan militer ini memiliki karakteristik, sebagaimana dikemukakan Ninik Widiyanti, adalah sebagai berikut:
Dalam pemerintahan militer, untuk menggerakkan bawahannya digunakan sistem perintah yang biasa digunakan dalam ketentaraan, gerak-geriknya senantiasa tergantung kepada pangkat dan jabatannya senang akan formalitas yang berlebih-lebihan, menuntut disiplin keras dan kaku dari bawahannya, senang akan upacara-upacara untuk berbagai macam keadaan dan tidak menerima kritik dari bawahannya dan lain sebagainya. DaLam militer  tidak ada orang sipil di pemerintahannya, semuanya orang militer, tatanan sosial terlalu ketat, seperti jam malam, tidak boleh demonstrasi, dan cara pemilihan pemimpin dilakukan secara turun temurun.
Selain Negara kita yang pernah didominasi oleh Militer, Negara lain yang bisa diambil contoh melaksanakan pemerintahan militer, contoh Junta Militer di Burma (Myanmar), Kuba Korea Utara, dan negara-negara di Amerika Latin.
Junta militer (diucapkan menurut ucapan bahasa Spanyol hun-ta) biasanya merujuk ke suatu bentuk pemerintahan diktator militer. Dalam bahasa Spanyol, junta sendiri berarti "(rapat) bersama", dan biasanya digunakan untuk berbagai kumpulan yang bersifat kolegial (hubungan kerekanan).
Junta militer biasanya dipimpin oleh seorang perwira militer yang berpangkat tinggi. Pemerintahan ini biasanya hanya dikuasai oleh satu orang perwira yang mengendalikan hampir segala-galanya. Bentuk-bentuk junta militer yang terkenal adalah pemerintahan Augusto Pinochet di Chili dan Proceso de Reorganización Nacional, diktator militer yang terkenal karena kekejamannya di Argentina dari 1976 hingga 1983
E.       HUBUNGAN PEMERINTAHAN SIPIL DAN MILITER
Sebagai bangsa Indonesia kita mestinya bangga dengan TNI, karena apa? ternyata Indonesia memperoleh peringkat yang luar biasa dalam bidang kemiliteran. Jadi sebenarnya tidak beralasan kalau kita meremehkan tentara nasional kita. Menurut data yang diambil oleh World Military Strengh Ranking. Militer Indonesia berada pada posisi ke-14 dari seluruh negara di dunia ini, di atas negara-negara maju lainnya seperti Kanada, Australia, dan negara lainnya.
Pada masa itu terjadi kompetisi politik antara Militer dan Partai Komunis Indonesia yang kadang kala bersifat keras, Komunis yang dalam hal ini sejak kemerdekaan ada dalam naungan Demokrasi Terpimpin ala Presiden Soekarno bersaing ketat dengan golongan elit militer. Dan puncaknya adalah terjadinya pemberontakan G30S/PKI.
Sampai munculnya Supersemar pada tanggal 11 Maret 1966, Soekarno dengan ikhlas memberi Jenderal Soeharto wewenang yang diperlukan untuk memulihkan keamanan. Soekarno yang pada saat itu dianggap sebagai presiden seumur hidup kini nyaris hanya merupakan lambang, sampai secara resmi digantikan oleh Jenderal Soeharto pada tanggal 27 Maret 1968.
Sejak tahun 1959, menurut suatu penelitian, perwira-perwira angkatan darat secara kasar telah memegang seperempat dari semua portofolio kabinet maupun berbagai posisi penting pada departemen pemerintahan sipil. Pada tahun 1972, 22 dari 26 Gubernur adalah bekas perwira militer, demikian juga 67% dari bupati dan camat, dan 40% dari kepala desa.
Menurut Jenderal Wiranto, ada tiga perkembangan ekstrem yang harus dicegah dalah hubungan sipil militer di Indonesia, yaitu: pertama, military overreach, yaitu militer menguasai berbagai aspek kehidupan masyarakat seperti pada masa orde baru; yang kedua, subjective civilian control, yaitu kontrol subyektif pemerintahan sipil terhadap militer seperti yang terjadi pada masa Demokrasi Terpimpin dan Demokrasi Parlementer; ketiga, pemisahan rakyat dari ABRI.
Sejak awal kelahirannya ABRI tidak pernah mempersoalkan presiden dari kalangan sipil dan tidak mendesakkan tampilnya pimpinan nasional dari kalangan militer. Dalam sejarahnya Panglima Besar Soedirman memberikan keteladanan dalam membentuk sikap TNI yang mengakui pemerintahan di tangan sipil. Untuk itu dibuktikan oleh Panglima Besar Soedirman ketika kembali ke Yogyakarta dari medan perjuangan bergerilya, TNI tetap mengakui kekuasaan tertinggi berada di tangan Presiden Soekarno.
Satu hal yang perlu kita (baik militer maupun sipil) refleksikan  bahwa militer Indonesia telah berkembang menjadi militer profesional. Dunia kemiliteran telah berkembang menjadi dunia profesional, yang bekerja dan mengembangkan solidaritas tidak hanya atas dasar "semangat patriotisme" tapi atas dasar penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi serta ketrampilan khusus (profesi) yang terkait dengan kependidikan.
Tanggung jawabnya terhadap eksistensi bangsa dan negara Indonesia, dengan demikian, bisa ditafsirkan sebagai tanggung jawab profesi. Kalau dulu tanggung jawab ini ditafsirkan secara politis-ideologis, kini perlu dimaknai sebagai tanggung jawab profesional. Kalau dulu ABRI di identifikasi dan dikenal sebagai tentara rakyat kini harus tampil sebagai militer profesional (TNI adalah tentara professional yang mengabdi kepada rakyat).
Namun, hal ini tidak berarti militer kehilangan peran politiknya. Peran politik TNI, menurut saya, tidak boleh melebihi fungsi dasarnya yaitu pertahanan-keamanan negara, dan hal itu kini bisa ditafsirkan sebagai tanggung jawab profesi. Peran tersebut cukup diletakkan pada tataran "kebijakan" (policy) di tingkat pusat, dan tidak perlu diterjemahkan lebih jauh dengan konsep kekaryaan seperti pada masa Orde Baru. Dengan demikian, militer bukan lah institusi untuk merintis karier politik dan meraih insentif ekonomi melalui model kekaryaan. Jika ada militer yang ingin menjadi bupati, gubernur, menteri bahkan presiden, maka harus melepas jaket hijau-lorengnya.
Mereka adalah warga sipil, sehingga jabatan politik yang didudukinya bukan dalam kerangka doktrin dwifungsi, tapi sebagai hak politik setiap warga negara. Fungsi pertahanan keamanan sebagai TNI professional itu juga menuntut TNI untuk hanya punya komitmen dan tangung jawab moral terhadap eksistensi Negara Kesatuan RI. Konsekuensi moral professional dari komitmen dan tanggung jawab moral ini adalah bahwa TNI hanya mempunyai loyalitas kepada Negara dan bukan kepada pemerintah. Loyalitas TNI kepada pemerintah hanya sejauh pemerintah yang berkuasa. Tidak perduli sipil atau militer, menjalankan kekuasaan negara sesuai dengan tuntutan dan cita-cita moral bangsa, yaitu demi menjamin kehidupan bersama yang demokratis, adil, makmur, berprikemanusiaan dan menjamin hak asasi manusia.
Maka tidak perlu dibicarakan lagi adanya civilian supremacy yang dianut dunia Barat, karena adanya supremasi satu golongan terhadap golongan lain tidak sesuai dengan pandangan Pancasila dan dapat menjadi benih konflik. Namun secara organisatoris dengan sendirinya setiap unsur negara harus menjalankan keputusan dan perintah yang dikeluarkan oleh Pemerintah RI. Maka tanpa ada ketentuan supremasi sipil dengan sendirinya TNI harus tunduk kepada segala kepatuhan dan perintah yang dikeluarkan oleh Pemerintah, siapapun yang duduk dalam pemerintah itu. Sebaliknya, sesuai dengan jati dirinya TNI wajib dan berhak menyampaikan pendiriannya kepada Pemerintah sekalipun mungkin pendirian itu berbeda dari pandangan Pemerintah. Dalam mengembangkan pendirian itu TNI harus selalu berpedoman pada Panca Sila dan Sapta Marga serta Sumpah Prajurit yang secara hakiki berarti bahwa TNI harus selalu memperhatikan berbagai aspirasi yang berkembang dalam masyarakat.
Yang sekarang diperlukan adalah tekad untuk melaksanakan proses ini secara konsisten dan sabar serta memelihara hasilnya secara terus menerus. Hubungan Sipil-militer yang dihasilkan kemudian akan merupakan faktor positif dalam perwujudan Ketahanan nasional Indonesia, termasuk pembinaan daya saing nasional bangsa kita.





 









BAB III
PENUTUP

 KESIMPULAN
Dalam melaksanakan pemerintahan, sejarah mengenal pula bentuk pemerintahan sipil dan militer. Pembagian bentuk pemerintahan ini berdasarkan kriteria gaya dan sifat memerintah sebuah pemerintah.
Pemerintahan Sipil adalah suatu bentuk pemerintahan yang menggunakan gaya sipil dalam menjalankan kehidupan pemerintahannya, sedangkan pemerintahan militer adalah suatu pemerintahan yang dipimpin oleh penguasa diktator yang mengandalkan gaya militer yang sarat dengan disiplin dan kental dengan ketentaraan.
Hubungan antara Sipil dan Militer dalam sejarah lebih diungkapkan dalam bentuk ekstrim karena kegagalan pemerintahan sipil yang menyebabkan terjadinya kudeta-kudeta, dan ketidakstabilan rezim militer yang tidak punya opsi memerintah lebih baik dari pemerintahan sipil. Sehingga pada akhirnya kedua hal tersebut tidak dapat berkembang sesuai dengan tujuan yang dimilikinya.
Dan pada saat ini ketika semua hal dihadapkan kepada profesionalisme yang menitikberatkan sejauhmana peran seorang warga negara terhadap negaranya, maka militer memfokuskan diri dalam ranahnya sendiri, demikian pula dengan sipil yang sekarang terintegrasi dalam bentuk yang lebih dinamis. Sehingga tidak akan terjadi supremasi sipil terhadap militer.





  DAFTAR PUSTAKA

Ø  Janowitz, Morri, Hubungan Sipil Militer,Jakarta: Bina Aksara, 1985
Ø  Nordlinger,  Eric, Militer Dalam Politik, Jakarta: Rineka Cipta, 1994
Ø  Syarafuddin, Makalah Konsep  Dan Metodologi Perbandingan Pemerintahan, 2010
Ø  Ubaedillah,  Ahmad, Pendidikan Kewarganegaraan, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008
Ø  Widiyanti, Ninik, YW. Sunindia, Kepemimpinan Dalam Masyarakat Modern,Jakarta: Bina Aksara, 1988
Ø  Wirahadikusumah, Agus, E-book Mencari Format Baru Hubungan -Militer,
Ø  http: //www.detik.com/berita/199905/sayidiman. Html
Ø  http: //www. Wikipedia.com/id/juntamiliter
Ø  http//www. Globalfirepower. Com



Tidak ada komentar:

Posting Komentar