Selasa, 09 April 2013

korelasi ilmu taswuf, ilmu kalam dan filsafat



BAB I
PENDAHULUAN
Berbicara tentang tasawuf, tentunya kita harus mengetahui tentang apa yang dimaksud dengan tasawuf. Karena ibarat memakan buah durian, kita harus bergumul dulu dengan kulitnya baru mendapatkan isinya. Sama juga dengan tasawuf, kita harus tau kulit tasawuf itu apa, selanjutnya kita mengetahui tasawuf lebih dalam lagi.
Dari segi bahasa terdapat sejumlah kata atau istilah yang dihubungkan para ahli untuk menjelaskan kata tasawuf. Misalnya menyebutkan lima istilah yang berhubungan dengan tasawuf yaitu: al-suffah (ahl al-suffah), muhajirin (orang yang ikut pindah dengan Nabi dari Makkah ke Madinah), shaf (baris), sufi (suci), dan suf (kain wol).
Dari segi linguistic (kebahasaan) ini segera difahami bahwa tasawuf adalah sikap mental yang selalu memelihara kesucian diri, beribadah, hidup sederhana, rela berkorban untuk kebaikan dan selalu bersikap bijaksana. Sikap yang demikian pada hakikatnya adalah akhlak yang mulia.
Adapun pengertian tasawuf dari segi istilah atau pendapat para ahli amat bergantung kepada sudut pandang yang digunakannya masing-masing. Selama ini ada tiga sudut pandang yang digunakan para ahli untuk mendefinisikan tasawuf, yaitu sudut pandang manusia sebagai makhluk terbatas, manusia sebagai makhluk yang harus berjuang, dan manusia sebagai mahkluk yang ber-Tuhan. Jika dilihat dari sudut pandang manusia sebagai makhluk yang terbatas, maka tasawuf dapat didefinisikan sebagai upaya mensucikan diri dengan cara menjauhkan pengaruh kehidupan dunia, dan memusatkan perhatiannya hanya kepada Allah SWT.[1]  

BAB II
PEMBAHASAN
HUBUNGAN ILMU TASAWUF DENGAN ILMU KALAM
A.           Keterkaitan ilmu tasawuf dengan ilmu kalam
Sebagai sebuah disiplin ilmu keislaman, tasawuf tidak dapat lepas dari keterkaitannya dengan ilmu-ilmu keislaman lainya, salah satunya dengan ilmu kalam.
Ilmu kalam merupakan disiplin ilmu keislaman yang banyak mengedepankan pembicaraan tentang persoalan-persoalan kalam Tuhan.[2] Persoalan-persoalan kalam ini biasanya mengarah sampai pada pembicaraan yang mendalam dengan dasar-dasar argumentasi, baik rasional (aqliyah) maupun naqliyah. Argumentasi rasional yang dimaksudkan adalah landasan pemahaman yang cenderung menggunakan metode berfikir filosofis, sedangkan argumentasi naqliyah biasanya bertendensi pada argumentasi dalil-dalil Al-Quran dan Hadist.[3] Ilmu kalam sering menempatkan diri pada kedua pendekatan ini (aqli dan naqli), tetapi dengan metode-metode argumentasi yang dialektik. Jika pembicaraan Tuhan ini berkisar pada keyakinan-keyakinan yang harus dipegang oleh umat Islam, ilmu ini lebih spesifik mengambil bentuk sendiri dengan istilah ilmu tauhid atau ilmu ‘aqoid.
Pembicaraan materi-materi yang tercakup dalam ilmu kalam terkesan tidak menyentuk dzauq (rasa rohanian). Sebagai contoh ilmu tauhid menerangkan bahwa Allah bersifat sama’ (mendengar), Bashar (melihat), Kalam (berbicara), Hayat (hidup) dan sebagainya. Namun, ilmu kalam atau ilmu tauhid tidak menjelaskan bagaimana hamba dapat merasakan langsung bahwa Allah mendengar dan melihatnya, bagaimana pula perasaan hati seseorang ketika membaca al-quran, dan bagaimana seseorang merasa bahwa swgala sesuatu yang tercipta merupakan pengaruh dari Qudrah (kekuasaan) Allah.
Pertanyaan ini sulit terjawab apabila hanya melandaskan diri pada ilmu tahid dan ilmu kalam. Biasanya yang membicarakan tentang penghayatan sampai pada penanaman kejiwaan manusia adalah ilmu tasawuf.[4]
Disiplin inilah yang membahas bagaimana merasakan nilai-nilai akidah dengan memperhatikan bahwa persoalan tadzawwuq  (bagaimana merasakan) tidak saja dalam lingkup hal yang sunnah atau dianjurkan, tetapi justru termasuk hal yang diwajibkan.
B.  Fungsi Adanya Keterkaitan Antara Ilmu Tasawuf dan Ilmu Kalam
1.    Sebagai pembari wawasan spiritual dalam pemahaman kalam. Penghayatan yang mendalam lewat hati (dzauq dan widjan)terhadap ilmu tauhid atua ilmu kalam menjadikan ilmu ini lebih terhayati atau lebih yeraplikasikan dalam  prilaku. Dengan demikian, ilmu tasawuf mwrupakan penyempurna ilmu tauhid jika dilihat dari sudut pandang bahwa ilmu tasawuf merupakan ilmu terapan rohaniah dari ilmu tauhid.
2.    Berfungsi sebagai pengendali ilmu tasawuf. Oleh karena itu, jika timbul suatu aliran yang bertentangan dengan akidah, atau lahir suatu kepercayaan baru yang bertentangan dengan Al-quran dan As-sunnah, hal itu merupakan penyimpangan atau penyelewengan.
3.    Berfungsi sebagai pemberi kesadaran rohaniah dalam perdebatan-perdebatan kalam. Sebagaimana disebutkan bahwa ilmu kalam dalam dunia Islam cenderung menjadi sebagai ilmu yang mengandung muatan rasional disamping muatna naqliayah. Jiak tidak diimbangi dengan kesadaran rohaniah, ilmu kalam dapat bergerak dengan arah yang lebih liberal dan bebas. Disinilah ilmu tasawuf berfungsi memeberi muatan rohaniah sehingga ilmu kalam tidak dikesani sebagai dialektika keislaman belaka, yang kering dari penghayatan atau sentuhan secara qalbiyah (hati).[5]
Bagaimanapun amalan-amalan tasawuf mempunyai pengaruh yang besar dalam ketauhidan. Jika rasa sabar tidak ada, misalnya munculah kekufuran. Jika rasa syukur sedikit, lahirnya suatu kegelapan sebagai reaksi. Begitu juga dengan ilmu tauhid dapat member kontribusi terhadap ilmu tasawuf.
Untuk melihat lebih lanjut hubungan ilmu tasawuf dan ilmu tauhid, alangkah baiknya menengok paparan Al-Ghazali Dalam bukunya yang berjudul Asma Al-Husna. Al-Ghazali menjelaskan dengan baik persoalan tauhid kepad Allah, terutama ketika menjelaskan nama-nama Allah.
Dengan ilmu tasawuf, semua persoalan yang terdapat dalam kajian ilmu tauhid terasa lebih bermakna, tidak kaku, tetapi akan lebih dinamis dan aplikasi.



BAB II
PENUTUP

Demikikianlah makalah yang dapat kami paparkan pada kesempatan kali ini, kami berharap dengan adanya makalah ini dapat memberi setetes air digersangnya gurun pasir, dapat memeberi seberkas cahaya dalam gelapnya pengetahuan.
Dialin sisi kami juga mengharapkan tegur sapa serta saran yang bersikap konstruktif guna perbaikan makalah kami dimasa yang akan dating.


















  
DAFTAR PUSTAKA

1.      http://www.ekomarwanto.com/2012/07/pengertian-akhlak0tasawuf.html
2.      Rozak Abdul, Ilmu Kalam, Pustaka Setia, Bandung. 2006.
3.      Solihin Muhammad, Ilmu Tasawuf, Pustaka Setia, Bandung. 2011.


[1]http://www.ekomarwanto.com./2012/07/pengertian-akhlak-tasawuf.html diundih pada: sabtu, 11 oktober 2012 pukul 21.35 WIB.
[2]Abdul Rozak, Ilmu Kalam, Bandung:Pustaka Setia, 2006, h. 39.
[3]M. Solihin, Ilmu Tasawuf, Bnadung: Pustaka Setia, 2011, h. 96.
[4]Rozak, op.cit., h. 44.
[5]Solihin, op.cit., h. 100.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar