Rabu, 03 April 2013

Pendekatan Dalam Study Islam



BAB I
PENDAHULUAN

             LATAR BELAKANG
Makalah ini membahas tentang METODOLOGI STUDY ISLAM yang tertuju pada pokok pembahasan Pendekatan Study Islam Dalam Berbagai Perspektif yang mana dalam hal ini masih bnyak orang awam belum mengetahuinya, semoga penjalasan ini bisa memberi motivasi bagi untuk lebih mendalami dan mengkaji hal tersebut.
             RUANG LINGKUP

Ø  Beberapa Pendekatan Dalam Study Islam
Ø  Study Pemikiran Islam Dalam Perspektif Hukum Islam
Ø  Study Pranata Islam Tentang Pendidikan

            TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas terstruktur dari mata kuliah METODOLOGI STUDI ISLAM. Dan diharapkan pula dari makalah ini mahasiswa dapat memahami setiap dampak dari suatu perubahan dan perkembangan zaman baik itu dampak positif ataupun sebaliknya.







BAB II
PEMBAHASAN

BEBERAPA PENDEKATAN DALAM STUDY ISLAM

Pendekatan studi islam dalam perspektif ilmu arkeologhy seperti prasati islam, situasi kota dan peradaban islam.
1.      Dalam Prasati Islam
Sejarah masuknya islam di banda seperti yang ditulis dalam prasati desa salamon adalah pada tahun 623 H atau pada awal abad ke 12M prasasti ini terletak di pantai sebelah timur desa salamon yang dibangun oleh masyarakat banda eli yaitu keturunan pertama dari generasi pertama masyarakat yang menempati kepulauan banda. prasati ini menjadi sangat menarik karena bertuliskan awal datangnya datangnya islam di banda, yang notabenenya lebih dulu dari masuknya islam dijawa dan bahkan diindonesia, sehingga prasasti itu menunjukkan bahwa islam sebenarnya masuk ke Indonesia melalui timur bukan melalui barat.
Prasati lain pada zaman  kerajaan islam prsasti menggunakan aksara dan bahasa arab ataupun aksara arab namun bahasa melayu.
Adapun prasati terenggana adalah prasasti tertua yang tertulis dalam huruf jawa .prasasti ini ditemukan di terenggana, semenanjung malaka kurang lebih 30 km dari pantai timur pada abad ke 20. Prasasti ini ditemukan oleh saudagar keturunan arab yang bernama sayid Husain bin ghulam al- Bukhori, di sungai teresat dekat kuala berang menurut penduduk setempat, prasati yang termaktub di atas batu ini sudah lama terletak didepan surau (mushola) yang dipakai sebagai tumpuan kaki saat berwudhu.isi teks yang berbahasa nelayu klasik ini mengenai undang- undang seorang raja, sebuah catatan menarik disini ialah beberapa kata sansekerta masih dieja menurut kaidah foneti bahasa ini.
2.      Peradaban Islam
Islam yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad. SAW. Telah membawa bangsa Arab yang semula bodoh, terbelakang, tidak terkenal, dan diabaikan oleh bangsa-bangsa lain, menjadi bangsa yang maju. Ia dengan cepat bergerak mengembangkan dunia, membina suatu kebudayaan dan peradaban yang sangat penting yang artinya dalam sejarah manusia, hingga saat ini. Bahkan kemajuan barat pada mulanya bersumber pada peradaban Islam yang masuk ke Eropa melalui Spanyol. H.A.R. Gibb. Dalam bukunya Whiter Islam menyatakan, “Islam sesungguhnya lebih dari sekedar sebuah agama ia adalah sebuah peradaban yang sangat sempurna”.
Sejarah peradaban Islam dibagi menjadi 3 periode yaitu: Klasik, pertengahan dan modern. Pada periode Klasik Kebudayaan dan perdaban Islam identik dengan kebudayaan dan Peradaban Arab sejalan dengan dominasi bangsa arab dalam pemerintah dan bahsa.
Dalam periode berikutnya, mulai terjadi perubahan-perubahan signifikan dengan muncul dan berkembangnya beberapa peradaban Islam. Sampai saat ini, tercatat  empat kawasan pengaruh kebudayaan Persia, Kawasan pengaruh Kebudayaan Turki dan Kawasan pengaruh Kebudayaan India-Islam yang selalu menjadi Objek Kajian Keislaman kontemporer. Pengkajian secara Islam di Indonesia mendapatkan porsi cukup besar.[1]
 Disamping pendekatan dalam prasasti islam dan peradaban islam ada juga beberapa pendekatan lainnya, yaitu :
1.      Pendekatan Misionaris Tradisional
Pendekatan ini muncul dan digunakan pada abad ke-19 pada saat semaraknya aktivitas misionaris di kalangan gereja dan sekte Kristen dalam rangka merespon perkembangan pengaruh politik, ekonomi dan militer negara Eropa di beberapa bagian Asia dan Afrika. Para misionaris tertarik mengetahui dan mengkaji Islam dengan tujuan untuk mempermudah meng-kristen-kan orang beragama lain(proselytizing). Metode yang digunakan adalah komperatif antara keyakinan Islam dengan keyakinan Kristen yang senantiasa merugikan Islam. Harus diakui konstribusi para misionaris adalah sebagai konstributor awal untuk pertumbuhan ilmu Islam.
2.      Pendekatan Apologetik
Ciri dan karakter pemikiran Muslim pada abad ke-20 adalah pendekatan apologetik. Pendekatan apologetik muncul sebagai respon umat Islam terhadap situasi modern. Di hadapkan pada situasi modern, Islam ditampilkan sebagai agama yang sesuai dengan modernitas, agama peradaban seperti peradaban Barat.
Pendekatan apologetik merupakan salah satu cara untuk mempertemukan kebutuhan masyarakat terhadap dunia modern dengan menyatakan bahwa Islam mampu membawa umat Islam ke dalam abad baru yang cerah dan modern. Tema seperti ini menjadi fokus kajian para penulis buku dari kalangan Islam atau Barat seperti Sayyid Amir Ali dengan bukunya The Spirit of Islam (1922), W.C. Smith, Modern Islam in India (1946),dan Islam in Modern History (1957).
Konstribusi para pengkaji Islam dengan pendekatan apologetik tersebut adalah melahirkan pemahaman tentang identitas baru terhadap Islam bagi generasi Islam dan terbentuknya kebanggaan yang kuat bagi mereka. Kajian apologetik ini telah dapat menemukan kembali berbagai aspek sejarah dan keberhasilan Islam yang sempat terlupakan oleh masyarakat. Hasilnya dapat dilihat dalam banyak aktivitas penelitian dan karya tulis yang menekankan pada warisan intelektual,kultural,dan agama Islam sendiri.
Seperti halnya misionaris yang tertarik mengkaji Islam,gerakan apologetik ini memiliki beberapa karakteristik. Oleh karena apologetik lebih concern pada bagaimana menampilkan Islam dalam performance yang baik, maka mereka sering terjebak dalam kesalahan yang tidak mengindahkan nilai keilmuan. Pendekatan apologetik sering menghasilkan literatur yang mengandung kesalahan dalam bentuk distorsi, selektivitas dan pernyataan yang berlebihan dalam menggunakan bukti,sering menampilkan sisi romantisme sejarah dan keberhasilan ummat Islam, dan kesalahan dalam melakukan analisis perbandingan, serta disemangati oleh sifat atau karakter tendensius. Kegagalan para apologis Muslim modern adalah melakukan kajian Islam dengan motif dan tujuan untuk mempertahankan diri dan bukan untuk tujuan ilmiah.
3.      Pendekatan Filologi Dan Sejarah
Pendekatan filologi dan sejarah dianggap sangat produktif dalam studi Islam. Lebih dari 100 tahun sarjana membekali diri dengan prinsip-prinsip bahasa orang Islam dan memperoleh pendidikan dalam bidang metode filologi untuk memahami bahan-bahan tekstual yang menjadi bagian dari keberagamaan Islam. Karya di bidang filologi sebenarnya merupakan kesinambungan dari pendekatan serupa dalam kajian perbandingan bahasa atau studi Bibel. Hal ini disebabkan karena status Bahasa Arab merupakan perkembangan lebih jauh dari rumpun bahasa Semit. Pendekatan filologi dapat digunakan hampir dalam semua aspek kehidupan umat Islam, tidak hanya untuk kepentingan orang Barat tetapi juga memainkan peran penting dalam dunia orang Islam sendiri yang berbentuk penelitian filologi dan sejarah yang banyak dilakukan oleh pembarahu, intelektual, politisi, dan lain sebagainya. Melalui pendekatan filologi dan sejarah, sarjana telah menemukan kembali masa kejayaan budaya Islam yang terlupakan di kalangan Muslim padahal ia menjadi salah satu faktor pada masa sekarang ini untuk melakukan revitalisasi Islam. Menurut Adams, filologi memiliki peran vital dan harus tetap dipertahankan dalam studi Islam. Argumentasi Adams adalah karena Islam memiliki banyak bahan berupa dokumen-dokumen masa lampau dalam bidang sejarah, teologi, hukum, tasawuf dan lain sebagainya. Literatur tersebut belum banyak diterjemahkan ke dalam bahasa Eropa, sehingga pendekatan filologi sekali lagi memainkan peran vital dalam hal ini.
Metode filologi dan sejarah akan tetap relevan untuk studi Islam, baik untuk masa lalu, sekarang maupun yang akan datang. Adams lebih lanjut menjelaskan, penekanan terhadap pendekatan filologi ini bukan berarti tidak menghargai pendekatan lain untuk mengkaji kehidupan umat Islam kontemporer. Pendekatan behavioral kontemporer terhadap Islam tetap memiliki signifikansi dalam membangun pengetahuan tentang Islam sebagai sebuah living religion. Yang hendak ditegaskan Adams adalah filologi merupakan kata kunci untuk melakukan penelitian tentang realitas praktek dan kelembagaan Islam di masa lalu. Metode dan pendekatan ilmu behavioral harus digunakan apabila cocok digunakan tetapi tidak harus menolak tradisi penelitian filologi.  Pada bagian sub pembahasan tentang pendekatan filologi dan sejarah ini, Adams berharap agar di masa mendatang para pengkaji Islam tetap membekali diri dengan metode penelitian filologi dan sejarah dan juga familier dengan metode dan pendekatan ilmu-ilmu behavioral. Sampai dengan sekarang masih jarang terjadi komunikasi antara ilmuan behavior yang tertarik mengkaji Islam dengan pengkaji Islam yang menggunakan pendekatan filologi,bahkan antara mereka saling tidak mempercayai. Membaca gagasan Adams mengenai pentingnya filologi agaknya bisa dilacak pada pendapat Max Muller salah seorang dari tiga pencetus dan pendiri the study of religion yang juga sangat menekankan soal perbekalan bahasa bagi pengkaji agama. Sampai-sampai ia mengutip paradoks Goethe yang mengatakan: “He who knows one language knows none”. Mudah dipahami bahwa menguasai bahasa dapat membantu memahami sendiri secara langsung suatu agama, dibanding jika melalui terjemahan atau tulisan hasil tangan kedua yang kemungkinan besar akan mengandung kesalahan-kesalahan dalam pemahaman. Apalagi jika penerjemah bukan pemeluk agama yang bersangkutan.
4.      Pendekatan Ilmu Sosial
Perkembangan yang sangat penting pada abad ini adalah lahirnya ilmu sosial yang mewarnai dan meramaikan kehidupan akademik dan intelektual. Ilmuwan sosial telah tertarik terhadap Timur Tengah, terutama melakukan pengkajian tentang Islam. Di Amerika Utara, banyak karya hasil tulisan ilmuwan sosial terutama yang mengkaji aspek tradisi Islam secara kuantitatif. Kajian tersebut bukan dihasilkan oleh ilmuan berbasis humanitis atau penulis yang mempunyai latar belakang pendidikan studi agama. Karya ilmuwan sosial tersebut dapat meningkatkan pemahaman mahasiswa yang mengambil area studi Timur Tengah karena metode yang digunakan ilmuwan sosial dapat dijadikan alat analisis untuk memperluas pemahaman kita. Untuk menemukan ciri-ciri dari “pendekatan ilmu-ilmu sosial” untuk studi Islam sangatlah sulit. Hal ini disebabkan karena beragamnya pendapat di kalangan ilmuwan sosial sendiri tentang validitas kajian yang mereka lakukan. Salah satu ciri utama pendekatan ilmu-ilmu sosial adalah pemberian definisi yang tepat tentang wilayah telaah mereka. Adams berpendapat bahwa studi sejarah bukanlah ilmu sosial, sebagaimana sosiologi. Perbedaan mendasar terletak bahwa sosiolog membatasi secara pasti bagian dari aktivitas manusia yang dijadikan fokus studi dan kemudian mencari metode khusus yang sesuai dengan objek tersebut, sedangkan sejarahwan memiliki tujuan lebih luas lagi dan menggunakan metode yang berlainan.
Asumsi dalam diri ilmuwan sosial, salah satunya adalah bahwa perilaku manusia mengikuti teori kemungkinan (possibility) dan objektivitas. Bila perilaku manusia itu dapat didefnisikan, diberlakukan sebagai entitas objektif, maka akan dapat diamati dengan menggunakan metode empiris dan juga dapat dikuantifikasikan. Dengan pendekatan seperti itu, ilmuwan sosial menggambarkan agama dalam kerangka objektif, sehingga agama dapat “dijelaskan” dan peran agama dalam kehidupan masyarakat dapat dimengerti. Penelitian dalam ilmu sosial bertujuan untuk menemukan aspek empiris dari keberagamaan. Kritikan dan kelemahan pendekatan ilmuwan sosial seperti ini, menurut Adams adalah hanya akan menghasilkan deksripsi yang reduksionis terhadap keberagamaan seseorang.
Dengan menggunakan pendekatan ilmu-ilmu sosial, maka agama akan dijelaskan dengan beberapa teori, misalnya agama merupakan perluasan dari nilai-nilai sosial, agama adalah mekanisme integrasi sosial, agama itu berhubungan dengan sesuatu yang tidak diketahui dan tidak terkontrol, dan masih banyak lagi teori lainnya. Sekali lagi, pendekatan ilmu-ilmu sosial menjelaskan aspek empiris orang beragama sebagai pengaruh dari norma sosial, dorongan instinktif untuk stabilitas sosial, dan sebagai bentuk ketidak berdayaan manusia dalam menghadapi ketekutan. Tampak jelas bahwa pendekatan ilmu-ilmu sosial memberikan penjelasan mengenai fenomena agama dalam kerangka seperti hukum sebab-akibat, supply and demand, atau stimulus and respons.
Adams menunjukkan kelemahan lain dari pendekatan ilmu-ilmu sosial adalah kecenderungan mengkaji manusia dengan cara membagi aktivitas manusia ke dalam bagian-bagian atau variabel yang deskrit. Akibatnya, seperti yang dapat dilihat, terdapat ilmuwan sosial yang mencurahkan perhatian studinya pada perilaku politik, interaksi sosial dan organisasi sosial, perilaku ekonomi, dan lain sebagainya. Sebagai akibat lebih lanjut dari kelemahan ini, muncul dan dikembangkan metode masing-masing bidang atau aspek, kemudian berdirilah fakultas dan jurusan ilmu-ilmu sosial di beberapa universitas.

PEMIKIRAN STUDY ISLAM DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

Istilah “hukum islam” merupakan kata yang populer dan dipergunakan dalam  bahasa   Indonesia.  Dalam  pembicaraan   tentang   hukum  islam  yang terdapat   dalam  literatur   bahasa   Arab   adalah   “Fiqih”   dan   “syariat”   atau “hukum  syara”.  Menurut  ahli  hukum  islam,   fiqih adalah  ilmu pengetahuan tentang   hukum-hukum  syara’   yang   bersifat   operasional   (amaliyah)   yang dihasilkan   dari   dalil-dalil   yang   terperinci.  Sedangkan   syari’at   atau  hukum syara’  adalah seperangakat  urutan dasar   tentang  tingkah  laku manusia yang ditetapkan secara umum dan dinyatakan langsung oleh Allah dan Rasul-Nya2.
Mengetahui   hukum   Allah   yang   diturunkan  melalui   wahyu hanya bersifat  aturan dasar dan hukum,  maka perlu dirumuskan secara rinci dan operasional,   sehingga dapat  dilaksanakan dalam kehidupan  sehari-hari. Maka   dari   itu,   diperlukan   usaha   yang   optimal   penggalian   dan   perumusan praktis   yang   disebut   ijtihad,   yang   dilakukan   seorang   pakar   hukum  yang dinamakan mujtahid.  Langkah  ini  harus dilakukan,  karena  titah Allah yang bernilai  hukun dalam al-Quran jumlahnya sangat terbatas,  padahal persoalan yang   harus   diselesaikan   sangat   banyak,   yaitu   semua   dimensi   kehidupan dengan berbagai persoalannya dan persiapan hidupnya di akhirat kelak.
Titah  Allah   dalam  al-Quran   ada   yang  menunjukkan   hukum secara  jelas  dan pasti,  yang biasa disebut  dengan hukum qath’iy,   sehingga tidak membutuhkan penjelasasn lebih lanjut. Namun ada titah Allah itu yang tidak menunjukkan hukum secara jelas, yang dikenal dengan sebutan dhanny, sehingga banyak membutuhkan penjelasan dan pengembangan pikiran yang biasa   disebut   dengan   ijtihad.  Hukum  yang   dhanny   ini   justru   yang   paling dominan dalam al-Quran dari  pada qath’i.  Dengan demikian,  Al-Quran dan hadits sebagai aturan dasar   yang   bersifat umum ini,  sebenarnya menunggu pemikiran-pemikiran kreatif dari pemeluknya, sehingga mudah direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari.

STUDY PRANATA ISLAM TENTANG PENDIDIKAN

Kehadiran agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. diyakini dapat menjamin terwujutnya kehidupan manusia yang sejahtera lahir dan batin. Di dalamnya terdapat berbagai petunjuk tentang bagaimana seharusnya manusia itu menyikapi hidup secara lebih bermakna. Petunjuk-petunjuk agama mengenai berbagai kehidupan manusia, sebagaimana terdapat di dalam sumber ajarannya al-Qur’an dan Hadits, tampak amat ideal dan agung. Dimana Islam mengajarkan kehidupan yang dinamis dan progesif, menghargai akal pikiran melalui pendidikan untuk pengembangan ilmu pengetahuan.
Berdasarkan asumsi tersebut Islam sangat mementingkan pendidikan. Dengan pendidikan yang benar dan berkualitas, individu-individu yang beradab akan terbentuk yang akhirnya memunculkan kehidupan sosial yang bermoral. Sayangnya, sekalipun institusi-institusi pendidikan saat ini memiliki kualitas dan fasilitas, namun institusi-institusi tersebut masih belum memproduksi individu-individu yang beradab. Sebabnya, visi dan misi pendidikan yang mengarah kepada terbentuknya manusia yang beradab, terabaikan dalam tujuan institusi pendidikan.
Secara historis pendidikan Islam telah berlangsung sejak zaman Nabi Muhammad saw. Hal itu dikarenakan adanya tuntutan ajaran Islam agar seluruh ummat Islam menjadi manusia yang beriman, berilmu pengetahuan dan beramal saleh. Dengan adanya pendidikan Islam, ummat Islam dididik secara fisik dan mental sesuai dengan ajaran Islam agar menjadi pribadi yang tangguh, berilmu pengetahuan, beriman, dan bertakwa serta dapat menjadi tumpuan atau dapat diharapkan bagi masa depan ummat Islam.















BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN

1.      Beberapa Pendekatan Dalam Study Islam:
Ø   Prasasti islam
Ø   Peradaban islam
Ø   Pendekatan Misionaris Tradisional
Ø   Pendekatan Apologetik
Ø   Pendekatan Filologi Dan Sejarah
Ø   Pendekatan Ilmu Sosial

2.      Petunjuk-petunjuk agama mengenai berbagai kehidupan manusia, terdapat di dalam sumber ajarannya al-Qur’an dan Hadits, tampak amat ideal dan agung. Dimana Islam mengajarkan kehidupan yang dinamis dan progesif, menghargai akal pikiran melalui pendidikan untuk pengembangan ilmu pengetahuan.















DAFTAR PUSTAKA
·         M. Amin Abdullah, Islamic Studies di Perguruan Tinggi Pendekatan Integratif-Interkonektif, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), 33
·         A. Qodri Azizi, Pengembangan Ilmu-ilmu Keislaman di Perguruan Tinggi, (Jakarta: Dippertais, 2005),
·         HS. Paterson (dan  C.O  Blagden ) An early malay from let sentury  trengganu, journ,mal. Br. R. AS. A 1924.
G. Casfaris, Indonesia Paleography 1975.


[1]. M. Amin Abdullah,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar